Thursday, October 19, 2006

Head over heel

Belum lama ini, saya bertemu dengan teman lama jaman SMP dulu, dan setelah beberapa pertanyaan basabasi sampailah kami pada tingkat pertanyaan yang sedikit lebih “akrab nan mesra” yaitu: siapa pacar lo skarang, udah mau kawin blom? Begitu sekiranya pertanyaan sang teman diiringi dengan senyuman penuh arti (entah artinya penasaran, entah artinya menyelidik).
Dengan lantang dan bangga saya jawab (mungkin mustinya lain kali saya sedikit lebih jaim dan malu-malu diiringi muka sedikit sedih dan menyesal) “boro-boro kawin, pacar aja gak ada!”
Trus dengan muka agak menghibur teman saya bilang “alahh…jangan boong deh…masa (secakep, huehehehehe) elo gak punya pacar?”
Pengennya sih terus-terusan meyakinkan…Cuma males juga, percakapan kaya gitu mah udah jadi percakapan buah simalakama, kalo dijabanin, dia akan terus nanya, kenapa gak pacaran, masih kepikir sama mantan atau apalah…kalo gak dijabanin dan dibawa hepi-hepi, malah selanjutnya dia akan mencoba-coba mengingat-ingat siapa temannya yang sekiranya lagi cari pacar.

Biasanya, saya langsung pasang muka datar…dan ketawa garing, trus suasana jadi gak enak lalu kami pun berpisah.

Tapi saya jadi kepikiran, kenapa ya lebih susah mempercayai bahwa perempuan muda (20 something kan masih muda donggg) itu jomblo ketimbang lelaki muda yang jomblo.

Banyak teman-teman SMA saya yang juga jomblo dan kami baik2 aja, gak pernah saling gak percaya dan memandang dengan muka iba ke temannya yang masih single.

Mungkin karena kami pernah tumbuh bersama di dunia dimana “GIRL RULES” dimana apapun kita (perempuan-perempuan remaja) kerjakan sendiri, termasuk manjat-manjat dinding atau plafon buat ngedekorasi, dimana kita biasa jalan-jalan dan ketawa-ketiwi tanpa cowok-cowok, di mana kita pernah lari keliling lapangan banteng sampe mau pingsan dan dengan guru olahraga yang juga perempuan, dan dimana kita diajarkan untuk tidak menggantungkan diri pada siapapun tetapi pada diri kita sendiri?

karena budaya patriarki kita, dimana dititah oleh kata-kata “eh…anak lelaki gak boleh menangis” maka anak lelaki terbiasa tumbuh sendiri, seperti kata scorpion “like a hurricane I was born to walk alone”, budaya dimana anak lelaki bisa naik bis sendirian terus naik gunung, atau nginep di rumah sesama cowok, naik motor sampai malam, keluyuran sampe pagi, belanja di poncol sendirian, apa-apa sendirian. Alasannya: karena dia cowok.

sedangkan perempuan, pulang malam…bahaya! Nanti ada pemerkosa, ada pencopet, penjambret, penculik, dan pengoda-pengoda nakal di jalan…yang berpotensi menjadi pe-pe sebelumnya…
mau naik gunung, ehhh…mana kuat?! Jalan kaki 10 jam lho! Bawa tas ransel minimal 10 liter, terus kalo kena hipotermia, siapa yang mau nolong? Emang mau dipeluk bugil2an sama cowo-cowo?
Mau naik bis sendirian, hati-hati…duduk di depan ya, dekat supir, atau disebelah ibu-ibu atau mbak-mbak juga, atau kalo gak bawa sprayer lada, cutter, penggaris besi atau peniti!
Kalo keluyuran sampai pagi…duh…manis…kamu itu anak perempuan baik-baik atau bukan sih? Kok tengah malam buta masih ada di jalan…perempuan baik-baik, jam 9 juga udah tidur atuh neng…
Nah…kan! Gak adil ya…

Makanya lah…muncul akibat berikutnya, perempuan yang mau “liar-liaran” (menikmati dunia itu, buat perempuan rasanya seperti haram ya…) sebaiknya punya pengawal pribadi yang bernama laki-laki!
Jadinya, kalo pulang malem, kan ada cowok aku yang nemenin, kalo mau naik gunung nanti capek, kan ada cowo aku yang bakal bawain ransel aku, meluk aku kalo hipotermia…(asik juga nampaknya ya…)

Hahh….saya jadi heran…perempuan dibuat susah menikmati dunia, karena lelaki (ya dong? Mau jalan malem2, nanti diperkosa…sama lelaki brutal, dll…baca keterangan di atas)
Lalu…supaya perempuan bisa menikmati dunia, dia memilih lelaki untuk dijadikan tamengnya
Dan lucunya…lelaki mau ya, mengorbankan diri demi kesenangan perempuan…

Akhirnya…lelaki jomblo lebih banyak, karena…
Pikiran lelaki : halah…asikan juga menikmati dunia sendiri, sia!

Dan perempuan jomblo lebih sedikit karena…
Pikiran perempuan : kalo punya cowo kan enak, ada yang jagain…nemenin…bawain belanjaan gue yang se’abrekan, jemput gue dari sana sini…dll

Hmmm…
Pacaran…engga…pacaran…engga…

Eh, saya jadi tau apa jawaban saya kalo ditanya, kok belum punya pacar: saya akan bilang, tanpa pacar aja saya udah liar…gimana kalo punya pacar…mending …
(to be continued…)