Wednesday, November 23, 2005

portolexia*

Sebagai new comer di dunia advertising, gue binggung banget (sampe jadi stress dan kesal) membuat porto folio. Dengan background pendidikan desain komunikasi visual, mustinya sih kalau masuk advertising jadi art director. Tapi hati kecil pembelot ini maunya jadi copywriter.

Awal tahun lalu dengan modal nekad seorang fresh grad, gue membuat portfolio memakai program director (yang apa adanya banget) yang mencantumkan pekerjaan freelance dan intership jaman masih jadi mahasiswa. Dari hasil menyortir kadar kelayakan, terkumpulah 12 desain (saat itu, awal tahun 2005) yang dianggap layak untuk dipamerkan.

Masih dengan kadar nekat menjurus ke arah ngga tahu diri, gue kirim portofolio tadi dengan rasa gak pede tapi penasaran –yaudah apabolehbuat- (bak saat menonton filem horror sekelas the eye) ke sebuah kantor advertising multinasional.

Abrakabra jreng jreng, dengan keajaiban ibu peri buaya putih, seminggu kemudian sang creative director menilpun dan menyatakan ketertarikannya karena seorang dengan portfolio art mau jadi copywriter. Dilanjutkan dengan sebuah tes kecil, datanglah gue ke kantor itu untuk mengikuti interview.

Dalam waktu 2minggu sesudahnya, porto grafis yang fancy itu (bener2 fancy, karena ada bunga-bunga ala vektor junkie) menghantarkan gue ke meja seorang copywriter.

Dan kini, di penghujung tahun setelah meninggalkan kantor advertising pertamaku (yang sangat nyaman dan telah mendidik si fresh grad tadi menjadi grad yang gak fresh lagi tapi lebih matang dalam berpikir) terhamparlah lagi gue di kamar, di depan computer, dengan hamburan kertas bertorehkan ide-ide dan sketsa konsep, karton 325gram dan skotak peralatan perang (berisi pensil, spidol snowman, penghapus karet, penggaris besi, penggaris biasa, kater, gunting, lem , spraymount yang udah sekarat, rautan, spidol copic, double tape dan solatip) berjuang membuat portofolio lagi.

Tapi…rasanya koq tiba-tiba terserang portolexia*. Itu loh…penyakit yang kayanya semua portofolionya sudah ada, tapi bagaimana ya menyusunnya? Karena semuanya terasa seperti terbang-terbang mengitari diriku dan susah sekali menangkapnya (kan mereka terbang…)

Dan lagi, kenekat’an yang dulu sudah tidak bisa dilakukan lagi bukan? Cmmon darling…kamu lulus 1 tahun yang lalu.

Akhirnya, memutuskan : portolexia mungkin bisa diobati dengan 1 botol Pringles, sekaleng pocari sweat dan setumpuk dvd everybody loves Raymond.


*portolexia : disturbance in the ability to make portfolio.