Thursday, August 18, 2005

M.E.R.d.E.K.A.

3 Minggu lalu di kantor, gue dapet brief untuk membuat kerjaan proactive berkaitan dengan 17 Agustusan, hari kemerdekaan. Inti komunikasinya adalah : kita sudah merdeka, satu cita2 telah tercapai mari wujudkan lainnya.

Lalu gue jadi berpikir, apa sih esensi merdeka itu? apa bener kita emang udah merdeka? Ternyata, buat gue kemerdekaan hanya milik segelintir orang. Hanya 1/3 dari masyarakat kelas menengah keatas di Indonesia. Sisanya, sama sekali jauh dari kata merdeka.
Hampir lebih dari 50% kemiskinan dunia, ada di Negara-negara Asia Pasifik. Dan hanya 1/3 dari warga dunia yang mengeyam hidup layak. Sisanya, hidup dibawah kemiskinan.
Di Indonesia sendiri, 52% rakyat masih miskin. Dan miskin disini, adalah benar2 miskin.
Pernah kah terbayang bahwa di Jakarta ini yang dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi menjulang, pusat perniagaan terbesar, tempat kita bisa menemukan merk2 terkenal bersliweran menyilaukan mata, masih ada rakyat yang penghasilan perharinya hanya 2500perak?

Dengan 2500perak perhari, gimana mau hidup layak?untuk makan aja susah apalagi untuk edukasi dan berpikir untuk keluar dari jaring kemiskinan mereka?
Karena itu, rahim kemiskinan akan terus melahirkan.
Dan kalau sudah begini, “kejahatan” atau “kebobrokan” yang timbulkan harus di perlakukan gimana?
Rakyat turun ke jalan, melakukan segala yang mereka bisa lakukan disaat perut meronta. Rakyat lapar, makanya mereka rela melakukan apa aja. Mulai dari merampok, melacurkan diri, minta-minta, ngamen bahkan jadi waria.

Yang menjadi pertanyaan lagi buat gue, dimanakah pemerintah? Dimanakah mereka yang katanya wakil rakyat?
Butakah mereka? Tidak baca korankah mereka? Tidak nonton tivi kah mereka? tidak pernah kena macet di lampu merahkah mereka? tidak pernah melihat pinggir kali ciliwung kah mereka?
Gue juga jadi bertanya-tanya, bertahun-tahun gue sekolah di Indonesia, di Jakarta, 16tahun lamanya gue mengenyam pendidikan Indonesia, dan selama itu pula ditanamkan yang namanya PMP (pendidikan Moral Pancasila) dan PPKN (pendidikan kewarganegaraan) yang smuanya inti pembicaraannya adalah bagaimana kita bersikap di masyarakat, tepo seliro, tenggang rasa, mendengarkan nurani, dst, sampai suatu ketika kepala sekolah SMA gue (sr. Fransesco) pernah bilang : “PPKn itu kalian gak perlu menghafal atau belajar, semuanya adalah ttg hal-hal yang baik!”

pemerintah kita kebanyakan adalah orang-orang yang punya edukasi tinggi. Bahkan kadang sampai sekolah diluar negeri. Tentu masalah edukasi mereka gak kurang, tapi kenapa mereka bisa sangat bodoh menghadapi masalah negaranya sendiri?
Anggaplah mereka tetep pintar dan punya otak, pertanyaannya ditahap mana mereka mulai membutakan mata nurani mereka?

Kemarin ada lagi crita ttg masinis yang kakinya ketabrak kereta lain saat lagi ngebetulin mesin lokomotif. Alkisah si masinis bercerita ttg hidupnya, dia tinggal di daerah pinggiran ciputat, tadinya dia tinggal di tanah abang, tapi dia gak mampu lagi bayar kontrakan. Dia punya anak 4 orang, 2 sudah menikah, yang 2 lagi masih sekolah. Istrinya jualan kerupuk bantu2 biaya rumah tangga. Berapa menurut kalian gaji layak seorang masinis yang tiap harinya mengangkut ribuan orang? Yang tiap harinya diserahi tanggungjawab atas nyawa ribuan orang itu?
Ternyata 1,5juta perbulan, tapi…gaji itu masih kotor, belum dipotong dengan dana pensiun, dan utang2 di Perumka. Hasilnya, gaji yang dia peroleh perbulan adalah 700ribu.
Dan sekarang, dia harus dirawat dan gak bekerja, sementara, perumka gak mau peduli. Padahal dia kecelakaan karena ngebetulin kereta api yang udah usang buatan tahun 1983 yang masih harus dipakai sebagai sarana transportasi sehari-hari.

Pajak terus dipungut, harga-harga terus naik. Fasilitas tetap diprioritaskan untuk mereka yang minoritas dengan kekuasaan uang.
Mereka yang mayoritas, tetap aja sesak nafas.
Pelacur ditangkap didenda dengan tebusan mahal (120rb/pelacur) dan mereka di”pakai”. Lalu dilepas lagi dijalan, dan kemudian ditangkap lagi. Begitu seterusnya, tanpa penyelesaian.
Gue berharap, sedikit aja ada kepedulian dari pemerintah menyikapi semua hal ini. Betapa bobroknya negara kita, betapa terbelakangnya negara kita.

Dibalik keindahan gedung2 di thamrin, persis didaerah belakang sari pan pacific ada kampung kecil yang penduduknya masih tinggal di gang-gang kumuh dengan rumah ukuran 2x2m, dimana kamar mandi masih untuk 3/4keluarga, masih memakai sumur kerek dan anak-anak remaja sekitarnya bukan mengenal bangku sekolah atau tren baru di citos, tapi mereka memakai dan jualan narkoba, atau jualan diri.

Dimana nurani mereka yang meminta kenaikan gaji sampai 50juta/bln diatas kemiskinan yang masih sangat makro skalanya?

Tapi hal yang setidaknya masih perlu disyukuri adalah masih banyak juga masyarakat minoritas yang menikmati kemerdekaan yang mau peduli dengan keadaan ini. Yang tidak Cuma diam nungguin reaksi pemerintah.
Kemerdekaan bukan Cuma sekedar kata-kata puitis semata dan juga bukan sekedar lelucon belaka.
Semua butuh pemahaman mendalam yang datang dari kepedulian hati.
Buat semua yang masih peduli, DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 60! Maju terus menggapai cita-cita kemerdekaan!


4 Comments:

Blogger Manique said...

selamat malam pejuang irvine!

anda pastinya tau bukan kalo segala 'kehebatan' yang dilakukan soe hok gie juga berangkat dr kepedulian mungil seperti ini?

teruskan perjuanganmu, nak! merdekakan bangsamu lewat membangun mentalitas yang berkualitas (aha, it rhymes!)!

salam merdeka!!!!

ps: paradisiac seksi yah, jadi inget aphrodisiac..

2:34 AM

 
Blogger hengky said...

eh, kita udah merdeka ya??? kirain...

10:30 PM

 
Blogger Belutz said...

nice blog, di update donk mbak :)

2:05 AM

 
Blogger SEKJEN PENA 98 said...

Disini ada cerita
Tentang kita yang mau berbagi cinta
Dengan sesama manusia
Disini ada cerita
Tantang kita yang menderita
Karena cinta pada manusia
Disini ada cerita
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com

11:49 AM

 

Post a Comment

<< Home